Senin, 29 Desember 2008

''Agama Baru'' itu Bernama TV

Pak Hamdan tiba-tiba aja masuk kelas menggantikan Kak Asrul yang biasanya ngajar. Gak lupa ngajakin kita ikut paket tambahan dari mata kuliah yang diajarkannya. Alasannya, mata kuliahnya adalah mata kuliah tergampang di dunia. So, biar lebih komplit, ditambahain aja dengan paket lain.

Paket tambahannya lain dari yang lain. Kita ngikutin kajian menyambut tahun baru Hijriah. Yang jadi pembicaranya Pak Hamdan sendiri. Untuk judul temanya agak sedikit menggelitik dan menarik. “TV sebagai agama baru”

Kegiatannya sendiri diadain di mesjid Al-Muhajirin. Jamaah membludak malam itu. Wajarlah. Kalo semua anak PBI angkatan 05 digabungin, jumlahnya aja hampir 100 orang. Belum lagi masyarakat yang tinggalnya disekitar masjid.

Kita dapat teguran pada malam itu. Betapa kita telah banyak menghabiskan waktu kita didepan tv. Yah, stupid box itu sesungguhnya memberi dampak negative dalam beberapa aspek. Membuat kita begitu santai dan bermalas-malasan dalam menjalani hidup. Bukan cuman itu, gara-gara tv banyak hal yang sekaitan dengan agama yang seringkali tertunda. Shalat yang gak tepat waktu karena ada sinetron yang ingin ditonton. Atau bahkan lupa shalat karena nonton acara dandutan. Gak heran kalo tv kemudian disebut sebagai ‘Agama baru”. Olehnya itu, kita seharusnya selektif dalam memilih tayangan.

Meskipun begitu, Aku tetap saja menonton TV. Namun tentunya bukan sebagai agama. Aku sudah punya agama kok.

Senin, 22 Desember 2008

Bukan Big Match Biasa

Sejenak lupakan kegagalan ke Amrik. Back to the real word. Dan jalani semuanya dengan senyuman. Apalagi, ada Big Match. Pertandingan futsal anatara anak-anak PBI 1-2 dan anak PBI di kelasku.

Meski pertandingannya nanti gak bakalan seseru Inter vs Milan, MU vs Chelsea, atau Madrid vs Barcelona, tapi tetap aja title nya Big Match. Soalnya, untuk pertama kalinya sejak sejarah masuknya kita ke kampus, inilah untuk pertama kalinya kita bakalan saling beradu ketangkasan di lapangan futsal. Untuk pertandingannya sendiri bakalan di adain di lapangan yang betul didesign buat main futsal dengan rumput sintesis tentunta. Apa gak keren tuh???

Meski dibalut rasa sedikit gak pede karena cowoknya di PBI 1-2 pada hebat maen bola. Sedang kita gak ada yang biasa main futsal, tetep aja semangat 45 berkobar dalam dada. Alhasil, saking semangatnya pas tiba di tempat pertandingan, semuanya lansung aja nendang bola kesana kemari tampa pemanasan.

Gak lama berselang, Big Matchnya pun dimulai. Satu menit, dua menit, tiga menit, dan gol pun buat anak PBI 1-2. Pertandingan kemudian dilanjutkan lagi, dan lagi-lagi gol buat anak PBI 1-2. Selanjutnya, dapat ditebak. Gol, gol, gol dan gol lagi tapi untuk PBI 1-2.

Dan setelah bermain dua babak, skor akhir 20-4. Pastinya kita yang ngegol 4. Aku satu dan mantan ketua tingkat dapat tiga. Wajarlah, peraturan futsalnya kita gak tahu kok. Posisinya kita juga gak tahu. Dan staminanya kita kalah jauh. Jauh banget.
Namun meskipun begitu, tetap aja kita merasa kalo kita yang menang. Setidaknya menang semangat dan menang dalam pengambilan gambar. Kita punya banyak foto. Yang bisa dijadiin kenangan. Plus luka di lutut yang kita dapatkan.

Esoknya, ketahuan kalo semalaman semua badan kita sama-sama pegal. Aku pegal, Ramon pegal, Nasir pegal, Rusdi pegal, Hasbi pegal, Nunuk pegal, Opick pegal. Jangan kapok kawan, kapan-kapan kita main lagi.

Makasih buat temen-temen yang udah datang nonton. Ikutan teriak, ngambilin foto, dan beliin air minum. Juga bantuan dana buat pembayaran lapangan. Semuanya bakalan dibalas ma yang Kuasa.

Sabtu, 20 Desember 2008

IELSP-Failed to America Part 2

Seberapapun besarnya usahaku untuk tidak terlalu larut dalam perasaan kecewa ini. Dan seberapapun usahaku untuk tetap tegar. Toh, tetap aja tak bisa kupungkiri kalo aku sedikit banyaknya terpukul. Kesalahan mendasarnya adalah, karena dahulu aku berharap banyak pada test ini. Berharap lolos, berharap bisa ke Amrik, dan serba berharap yang lainnya.

Bukan karena faktor jealous pada temen. Karena terus terang, aku respect banget ma Ramon dan Jusni. Bagiku ini bukan sekedar lucky factor doang. They deserve to get this chance kok. Apalagi mereka memang mengirimkan seritifikat yang lebih banyak ketimbang aku. Dan hal itu yang mungkin jadi titik penentu jatuhnya pilihan kepada mereka. Itu menjadi bukti kalau mereka adalah anak yang aktif.

Aku jadi teringat dosen aku yang bilang kalo ngedaftar yang beginian, sehabis wawancara kita lupain aja. Kalau memang kita dapet, maka dia gak akan lari kemana-mana. Soalnya, semua yang lulus wawancara pasti pintar dan berharap kalau dirinyalah yang lulus.

Yeah, And now, I lose my mind. Looks like I am the foolish body on this world. Such as a loser. Don’t know what I have to do. Screaming in the silence and waiting for the miracle which never comes.

Jumat, 19 Desember 2008

IELSP-Failed to America

Setelah lama menunggu, akhirnya keputusan lolos tidaknya ke Amrik akhirnya ketahuan juga. Sayang, hasilnya jauh dari yang aku harapkan. Alhasil, aku gagal ke Amrik. Jangan ditanya gimana perasaanku saat itu. Serasa malaikat yang selama ini selalu memberiku motivasi entah terbang kemana. Sedih

Aku jadi teringat masa-masa sulit waktu ngurus beasiswa ini. Mulai dari ngisi formulir, pontang panting nyari dosen yang mau ngasih tanda tangan, Kirim berkas sambil hujan-hujan, uang pegiriman yang gak cukup, ikut antrian panjang buat ngedapatin ketikan surat keterangan masih kul, kehilangan surat keterangan kul yang udah ditandanganin, ikutan tes ITP TOEFL, samapi FD yang harus kena serangan 753 virus trojan gara-gara terlalu sering online iinternet buat ngedapatin trick dan bocoran soal wawancara. Dan kesemuanya itu harus diakhiri dengan satu kata. GAGAL

Namun setidaknya, ada 2 teman aku yang lulus dari UIN. Ada Jusni ma Ramon. Mereka yang bakalan ngerasain gimana rasanya menghabiskan waktu 2 bulan di Amrik. Yah, Tuhan memang telah menggariskan semuanya. Ini yang namanya Takdir.

Bagi aku, ini kegagalan yang kedua kalinya yang aku rasakan saat berusaha untuk ke luar negeri. Tapi entah kenapa, sebuah perasaan di dalam hati muncul. Suatu perasaan yang menuntut untuk tidak terlalalu larut dalam kesedihan. Seakan ada hal lebih besar yang menunggu dibalik semua ini.

Mengharapakan keajaiban??? Kayaknya susah. Namun aku mulai sadar. Jalan ke sana tidaklah mudah. Saatnya untuk kemudian lebih bersungguh-sungguh mencari beasiswa lagi. Yeah, I am getting closer to get there. Sedikit lagi

Rabu, 17 Desember 2008

IELSP-Road to America Part 7

Minggu ke dua setelah proses wawancara. jantung semakin berdebar. Dag dig dug gak karuan. Apalagi kalau melihat dari pengalaman peserta terdahulu yang ngatain kalo pemberitahuan tentnag lulusnya diberitakan melalui telepon di minggu ke dua setelah wawancara.

Posisi hp selalu siaga 1. Apalagi di waktu pagi sampai sore hari. Gak heran kalau tiap ada yang nelepon, hati kecil selalu berharap no Jakarta. Begitu seterusnya. Rasa-rasanya jantung selalu aja kepingin copot tiap ada orang yang nelpon. Kaukah itu pembawa khabar baik bagiku????

Cek, email dan browsing di internet pun hampir tiap hari. Temanya gak jauh-jauh dari upaya dapat bocoran ataupun hasil pengumuman IELSP batch 6. Tapi tetap aja hasilnya masih nihil. Belum ada kejelasan, belum ada pengumuman.

Sempat jadi minder juga saat temen ngomong kalau kemungkinan yang lulus dari UIN cuman ada 2. Hanya Thi'ah ma Jusni. Padahal aku lagi ada pas temenku lagi ngomong. Terpaksa deh cuman tersenyum-senyum kecut aja. Namun dalam hati berharap kalau yang lulus itu aku.

Sumpah, aku tidak akan berhenti berharap. Selama asa itu ada, maka pamrih itupun akan tetap ada.

Jumat, 12 Desember 2008

IELSP-Road to America Part 6

Menunggu udah barang tentu merupakan hal yang paling gak diingankan ma kita semua. Apalagi, kalau yang kita tungguin bukanlah suatu hal yang pasti. Hal yang sama aku rasakan setelah ngikutin ujian wawancara ke Amrik. Berhubung pengumumannya melalui telepon, maka gak heran kalu hamper tiap saat handphone yang aku punya selalu stand by disampingku.

Mau ke kamar mandi kek, mau makan kek, mau nyuci motor kek, intinya si hp harus ada disekitar aku. Soalnya, agak takut juga kalo nanti pihak dari Jakarta nelepon terus mau ngasih tahu kalo aku lulus, tapi aku gak angkat-angkat telepon. Belum lagi tiap ada yang telepon, harapannya selalu aja nomer dari Jakarta. Lucu banget, padahal lulus nggaknya pun belum pasti.

Meskipun begitu, aku tetap aja berharap dan berharap, berdoa dan berdoa, tak lupa berkhayal dan berkhayal kalau-kalau aku yang nantinya lulus. Semoga.

Selasa, 09 Desember 2008

IELSP-Road to America Part 5

Akhirnya, waktu yang dinanti datang juga. Wawancara penentu bakalan ke Amrik atau nggak bakalan diadain. Pukul stengah 7 aku dah berangkat dari rumah. Secara, waktu testnya bakalin diadain pukul 8. Di UNHAS pula. Butuh waktu setengah jam lebih untuk bisa sampai ke sana dari UIN. Tak lupa, kucium ke dua tangan ibu ma bapak.

Untuk persiapan kayaknya udah matang banget. Udah sempat browsing di internet coba cari bocoran tentang materi pertanyaannya. Terus, nyari-nyari pelajaran tentang budayanya orang Amrik sana. Belum lagi konsultasi ma dosen-dosen lulusan luar negeri tentang tata cara berinterview yang baik. Intinya. Eye contact.

Latihan interview menggunakan Bahasa Inggris pun dilakukan berkali-kali. Gak peduli dimana. Di atas motor, pas mau bobo, habis sholat, sampai-sampai pas lagi beol pun latihan ngejawab soal interview tetap dilaksanakan. Intinya satu. Biar nanti bisa lolos ke Amrik.

Sampai di UNHAS wawancara belum diadain. Sempat kebingungan juga nyari-nyari pusat bahasa UNHAS. Gak lama kemudian, satu persatu peserta akhirnya datang juga. Kalo ditotalin mungkin ada 30an. Semuanya dari 3 Universitas. UIN, UNHAS, ma UNM.

Lama menunggu, sang interviewer akhirnya tiba. Baru datang, sang ibu langsung nasehatin kalo kita gak usah terlalu banayak berharap. Soalnya, pengalaman tahun lalu, yang dilulusin cuman satu orang. Namun aku tetap optimis. Biarpun satu orang, kalo yang satu itu aku, tentu saja aku senang.

Akhirnya, interview yang menentukan itu dimulai. Pas orang pertama yang udah diinterview keluar, semua langsung nyambut. Nanya-nanya soal pertanyaan yang diajuin. Dia cuman bilang kalo pertanyaannya simple-simpel aja. Bahkan kita diinterview pake bahasa Indonesia. Wah, wah, wah, tau begini mending aja latihan interviewnya pake Bahasa Indonesia.

Dan gilirankupun tiba. Dengan jantung dag did dug gak karuan aku masuk. Salam dulu sebelumnya. Sang ibu terlihat ramah. Dia nanyain nama, jumlah saudara, lalu kemudian cita-cita. Ditanya begitu, aku bilang kalo aku mau kerja di UN (United Nation). Sang ibu kemudin nanya lagi, apa kamu merasa sudah pantas untuk UN. Aku jawab kalo untuk saat ini aku masih belum pantas, namun aku udah berada dalam jalur menuju kepantasan tersebut.

Sang ibu juga nanya soal organisasi. Aku bilang aja kalo aku anggota BEM Fak. Tarbiyah di UIN Makassar. Terus, aku juga Ketua Umum GaZEBO UIN Basketball Team. Sang ibunya langsung bilang kalo setahu dia pemain basket tuh seharusnya tinggi tinggi. Kok aku nggak. Aduh bu, biar gak tinggi menjulang, kita tetap boleh main basket.

Tak lupa ibu bertanya soal masalah sosial yang terjadi di Makassar. Aku bilang masalah condemnation atau penggusuran lagi marak-maraknya. Virus Condemnation dari Jakarta udah melanda daerah Makassar juga.

Terakhir, sang ibu nanyain kalo aku punya pertanyaan buat dia atau tidak. Aku cuman bertanya soal seberapa besar kemungkinan aku lolos. Sang ibu tersenyum dan bilang kalo lolos tidaknya bukan ditentukan ma dia. Yang tentukan pihak dari Jakarta. Sekali lagi sang ibu bilang jangan berharap telalu banyak.

Keluar dari tempat interview dengan perasaan lega. Yang membingungkan, SK masih kuliah kok ga diperiksa. Padahal, usaha buat ngedapatin Sirat Keterangan masih kuliah ini bukan kepalang. Tapi biarlah. Yang terpenting, aku sudah melewati masa interview.

Dan pada akhirnya, interview hari itu berkhir juga. Langsung aja pulang ke rumah. Dalam hati ada perasaan lega. Setidaknya interview udah dilewatin. Sekarang, sisa nunggu deringan hp dari Jakarta yang mengatakan kalo aku lulus. Please God, I do hope it.

IELSP-Road to America Part 4

Gara-gara nilai TOEFL yang kita kirim waktu itu cuman Prediction Test, kita diminta pihak IELSP buat test TOEFL ulang. Kali ini bukan prediction lagi, tapi TOEFL ITP. Gak tanggung, kali ini testnya diadain di IDP. Plus ruangannya yang full AC.

Rasanya deg-degan plus senang. Soalnya, ini pertama kalinya kita bakalan ngikutin test TOEFL ITP. Apalagi pas dikonfirmasi di pihak IDP nya ternyata semuanya free of charge. Gratis bo. Hari gini dapet gratisan, siapa yang gak mau.

Yang ngagetin, pas waktu test, ternyata pesertanya semua anak UIN. Oya, aku juga baru tahu kalau ternyata si Nunu gak lulus. Berarti yang lulus berkas dari anak PBI 05 ada 4 orang. Aku, Thia, Jusni, ma Ramon. Terus, anak PBI 04 ada 2 orang. Chida ma Latif. Ada 1 lagi anak Ekonomi di Fak. Syari’ah. Namanya Sri.

Untuk test TOEL ITP nya ternyata gak gampang. Tapi gak susah-susah banget juga sih. Aku jadi ingat perkataan dosen di kampus. Katanya, TOEFL ITP bisa membuat kita muntah-muntah. Untung aja soalnya tadi gak sampai membuat aku muntah-muntah. Bisa-bisa. Aku disuruh ngepel seharian di IDP.

Ada kejadian unik pas kita menuju tempat test. Aku kena marah sama Tukbek. Daeng Tukang Becaknya marah karena Ramon gak naik ke becaknya. Secara, aku udah manggil duluan becak yang lain. Maaf deng, Reski udah diatur sama yang Kuasa.

Jumat, 05 Desember 2008

IELSP-Road to America Part 3

No body knows what will happen tomorrow. It will be a good thing, or the bad thing. Dan kemarin, aku sungguh gak tahu kalo hari ini bakalan terrible banget. Kenapa tidak, surat keterangan kuliah yang kemaren mati-matian kita urus, bahkan rela-relain nyium bau ketek hilang sudah. Someone stole it.

Aku gak bilang kalo ada orang yang gak setuju kalo kita ngurus beasiswa ini. Aku cuman mau bilang kalo ada aja orang di kampus aku yang gak bisa banget liat map bagus bin keren. Well, soalnya map yang aku pakai buat tempat SK yang bakalan ditandatanganin bukan harga 500 rupiah. Ini map pelastik bagus yang aku sendiri belum pernah melihat ada orang lain yang menggunakannya di kampus.

Sebagai akibat dari perbuatan bejatnya orang yang tak bertanggung jawab tersebut, Kita harus mengulang semuanya dari awal lagi. Aku, Thia, ma Ramon harus nyari tempat buat ngetik SK lagi, terus cari tanda tangan PD III lagi. Apesnya, tukang ketiknya super banget. Super lelet tentunya. Sampai untuk buat garis dalam SK aja bingungngnya setengah mati. So, dapat dipastikan kalo kami sendiri yang kemudian harus ngetik SKnya. Abis itu, barulah kita bawain ke PD III. Untungnya, untuk yang satu ini gak terlalu banyak masalah.

Cuman, ada satu hal yang sempat kelupaan. Kita masih belum sempat minta stempelnya. Kita baru sadar pas kantornya udah tutup. Untung aja ide genius aku muncul. I know what I have to do to solve this problem.

Memang bener kata orang, gak ada yang mudah untuk sebuah cita-cita. Harus ada usaha, usaha, dan usaha. Karena ditiap usaha pasti ada hasil. So, Keep on trying buddy!!!

Kamis, 04 Desember 2008

IELSP-Road to America Part 2

Dapat telepon lolos berkas ternyata bukan akhir. Ini justru jadi awal perjuangan sesungguhnya. Apalagi kalo ngingat kalo masih ada test wawancara yang kudu musti aku dan temen-temen lakukan Ahad nanti. Belum lagi, ngurus keterangan masih kuliah di kampus tercinta.

Untuk urusan ngurus surat keterangan masih kuliah ini yang pualing ribet. Soalnya, kita harus ke tempat rental computer dulu buat dibuatin surat keterangan masih kuliah yang nantinya bakalan ditandatanganin ama bapak Pembantu Dekan III.

Celakanya, kami ngurus bersamaan dengan dead line pengurusan beasiswa mahasiswa lainnya. Akibatnya, mahasiswa membludak di tempat rental computer terlengkap yang cuman ada satu-satunya di kampus UIN.

Kita sendiri harus ngehabisin waktu dua jam sebelum akhirnya mendapatkan kertas tersebut. Aku ma Ramon jadi mandi keringat di dalam ruangan yang dijejalin mahasiswa. Belum lagi bau ketek ma bau keringat dari mahasiwa lainnya yang juga turut antri selama dua jam. Membuat seni perjuangan ke Amrik makin terasa.

Gak sampai disitu. Yang membuat hati jadi dag dig dug gak karuan, karena dapet berita kalo yang lulus dari tiap Universitas itu cuman satu doang. Dengan kata lain, cuman satu orang dari kami berlima anak UIN Makassar yang bakalan lolos. Aku antara optimis dan apatis. Tapi jauh di dalam hati, aku berharap kalausemoga saja aku yang nantinya lolos. Please God. I have dreamed it since I was child.

Rabu, 03 Desember 2008

IELSP-Road to America Part 1

Antara percaya gak percaya, Konfirmasi kalo aku lulus seleksi berkas tahap pertama buat beasiswa 2 bulan ke Amrik akhirnya datang juga. Ga tanggung-tanggung, teleponnya langsung dari Jakarta. Seneng rasanya bukan kepalang. Untung aja saat itu masih sadar kalo terimanya di pinggir jalan raya. Kalo nggak, pasti udah teriak sana-sini karena girangya. Sampe-sampe, bulu-bulu aku sampai pada berdiri. Mungkin karena baru pertama kalinya aku dapet berita yang kayak ginian.

Nun jauh diseberang sana, sang bapak yang nelpon bilang kalo aku diminta buat ikutan test wawancara di UNHAS hari Ahad. Kalo gak salah jam 08.00 pagi. Berarti harus bangun pagi donk. Haruslah. Apapun tabakalan aku lakukan demi ke negerinya Mr. Obama.

Ternyata, bukan cuman aku loh yang dapat telepon dari jakarta. Ada beberapa orang lainnya yang juga ngerasain perasaan riang gembira sama seperti aku. Yang bikin seneng, beberapa yang lulus adalah temen satu angkatan aku. Anak Pendidikan Bahasa Inggris 05 di kampus UIN Makassar tercinta. Ada Ramon, ma Jusni. Yayang Thia juga lulus. Ga heran dong kalo rasa senangku jadi bertambah. I am so glad about this.

Senin, 01 Desember 2008

Strawberry kok Gak Manis

1 Desember sebenarnya hari AIDS se-dunia. Tapi untuk hari ini justru jadi hari yang berkesan banget. Soalnya, untuk pertama kalinya aku bisa makan buah strawberry yang bener-benar asli. Bukan lagi permen ataupun sirup yang punya rasa strawberry.

Sayangnya, aku harus kecewa berat saat mencicipi buah tersebut untuk pertama kalinya. Gak ada manisnya sama sekali. Justru ada rasa kecut-kecutnya. Jauh berbeda dengan apa yang aku bayangin. Seharusnya buah strawberry tuh buat pualing manis di dunia.

Kucicipi lagi untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, keempat kalinya, dan sampai berkali-kali, tetapi toh tetep aja hasilnya sama. Aku jadi agak nyesel beli strawberry. Tau begini, mending beli anggur aja yang rasanya udah pasti plus harganya yang lebih murah.

Tapi jujur aja, aku tetap nganggap strawberry sebagai buah termanis se dunia. Mungkin aja, strawberry yang aku makan hari ini udah kadaluarsa atau kelamaan. Atau mungkin aja, strawberrynya dipaksa masak sehingga gak manis. Yang terpenting, aku sudah pernah merasakan makan buah asli strawberry. Apalagi aku yakin, masih banyak orang Indonesia belum pernah merasakan strawberry yang asli. Biarpun itu yang rasanya kecut.

Bagaimana dengan kamu????
konro soup project /

My Colorful Life

My Colorful Life