Sabtu, 31 Januari 2009

Detik Terakhir di Sabtu Pagi

Rasanya masih kemarin kita mulai masuk kuliah. Berkenalan lalu kemudian menumpahkan segala perasaan. Canda tawa, sedih, amarah, gelisah, muak serta semua rasa yang pernah ada. Dan siapa sangka, hari ini adalah hari terakhir kita kuliah. Hari terakhir kita bertemu dalam kelas untuk sebuah mata pelajaran sebagai mahasiswa.
Aku yang dulunya cupu, kini tak lagi secupu dulu. Begitupula kalian yang dulunya kampungan sudah tak sekampungan dulu. Kalian sudah pernah ke mall. Datengin Al-Markaz, dan mungkin juga udah nonton bioskop. Semuanya karena kalian kuliah di sini.

Tak kan ada lagi suara ribut kita yang mengganggu mahasiswa lain yang sedang kuliah. Ataupun raungan suara cempreng kita yang lagi ngerencanain buat acara entah berantah ataupun rekreasi yang tak jelas mau kemana. Tak akan ada lagi semuanya.

Dan tampa kalian sadari, kulihat kalian. Aku sedih, takut kehilangan kalian semua. Namun kalian kulihat semua biasa-biasa saja. Tak ada raut sedih di muka kalian. Entah kalian munafik untuk memperlihatkannya. Atau memang kalian menganggapnya biasa saja.

Hari ini hari Sabtu, hari dimana Seminar sebagai mata kuliah terakhir kita.
Hari ini hari Sabtu, hari dimana tak ada lagi kuliah setelahnya.
Hari ini hari Sabtu, hari terakhir kita kuliah.
Hari ini, I will miss it.

Selasa, 27 Januari 2009

We Come, We Fight, We Win

Satu hal yang membuat aku begitu menyenangi kuliah di kampus ini tak lain karena basketnya. Bersama senior kurintis tim ini. Dari dulunya kampus yang tak punya budaya basket. Sampai menjadi kampus yang punya lapangan basket. Maka tak heran kalau aku begitu membanggakan timku.

Meski tampa bantuan dari Universitas kita tetap melaju, menderu menembus batas demi satu tujuan. Bermain basket. Entah berapa kali tim ini kami bawa bertanding membawa nama kampus. 12 Event dengan 34 kali pertandingan. 26 kali kalah dan 8 kali menang. Meski memalukan, we are still proud of this team.

Dan setelah 3 tahun perjalanan, niat untuk menjadi ketua itupun tercapai meski tampa bayaran sepeserpun. Semua kulakukan karena kebanggaan. Sampai ahirnya, tibalah kami pada event ke 13 kami. Economics Basketball Competition “BEBAS 6”. Dan dengan sekumpulan pemain baru yang belum berpengalaman. Kami mantapkan hati untuk bertanding. We come and we fight.

Alhasil, dua pertandingan penyisihan kami kalah telak lagi. Namun nikmat kemenangan akhirnya terasa di pertandingan ke tiga. UIN Basetball Community akhirnya bisa menang tipis menghadapi Ekstensi Ekonomi UNHAS dengan skor 12-10.
Indahnya sebuah kemenangan. Apalagi kalau mengingat kalau ini kemenangan kami setelah 7 bulan. Yup, we come, we fight, and we win.

Selasa, 20 Januari 2009

2009 : My Big Hope

Tahun 2008 mungkin aja jadi tahun paling menyakitkan buat ku. Tapi nyesel gak bakalan mengubah keadaan coy Saatnya ngebuat resolusi tuk tahun 2009. Something to do. Something that can change you. Something big that can guide you to the brief future. So, plan it, do it, and prove it.

Tapi ternyata gak mudah membuat resolusi buat tahun ini. Dan setelah dilist, ternyata harapan tahun ini bejibun banget. Entah ini pertanda kalo aku ini tipe orang yang punya harapan besar, muluk-muluk, atau apalah. Tapi akan kuusahakan untuk memebuktikannya. Once again: Plan it, Do it, Prove it.

And here we are:
  • Berharap hidup lebih baik dari yang kemaren. Pastilah
  • Tamat Al-Qur’an 2 kali, yang ini harus banget. Alumni pesantren ko gak tamat. Apa kata pak Uztads.
  • Pertahankan hubungan ma yayang. Tiga tahun udah berlalu. Masih ada ratusan tahun lagi untuk dijalani.
  • Ngelupain kepahitan tahun 2008. Sedihnya kok gal habis-habis. Padal udah usaha 1001 macam cara.
  • Namatin semua novel karya Andrea Hirata. Dari Laskar pelangi sampai Maryamah Karpov
  • Bisa punya Hp baru. Biar bisa on-line lewat hp. Bete??? Online aja!!!
  • Beli Fash Disk baru. Malu pakai punya bokap terus.
  • Langganan TV kabel. Asal bayarannya gak kemahalan.
  • Punya sepatu basket baru. Maklum, sepatu basket aku udah rusak. Meskipun udah berusaha diselamatin berkali-kali. Namanya ajal sepatu. Gak bisa ditambah maupun ditunda sedikitpun.
  • Nambah 25 koleksi buku. Terserah. Mau fiksi atau non fiksi. Intinya buku.
  • Nerbitin Novel pertamaku. Untuk yang ini mohon doanya. Novelnya aja belum kelar.
  • Jadiin motorku lebih kuning lagi. Makin cling makin gampang ditandain. Makin kentara deh kalo aku yang ke kampus.
  • Publish cerpen di majalah-majalah. Ada honornya dong.
  • Buat 100 cerpen. Tahun kemaren gak sampai 100. Tahun ini harus. Apalagi udah punya blog buat cerpen-cerpen aku.
  • Punya dua buah buku cerita karya sendiri. Terserah mana yang duluan selesai. Arivedercy la mia Universita, Mannuruki: Habitat Mahasiswa, My English, atau Bukan Laskar Pelangi.
  • Dapet uang lewat blog. Amin, amin, amiiiin.
  • Punya 100 teman orang Amrik di myspace. Biar bisa curhat kalo aku kepingin banget ke Amrik. Someone outside there, could you bring me out to USA?
  • Rajin nge-update semua blog. Must be
  • Punya nilai TOEFL 550. Penting banget nih. Secara, sekarang baru punya 500 an.
  • Lulus S1. Bulan enam atau bulan dua belas??? Masih bingung.
  • Dapet beasiswa ke luar negeri. Obat luka paling manjur.
  • Jadi “The naked traveler” di Bali. Bareng d’boiz. Terus pengalamannya dijadiin buku.
  • Beli Tv tuner. Supaya nontonnya kagak diganggu lagi.
  • Belajar bahasa Itali. Kali ini harus hapal banyak kalimat. Jangan cuman tau perkenalan doang.
  • Bisa bahasa Spanyol. Bisa gak ya????
  • Tulisannya muncul di Koran. Selain dari cerpen pastinya
  • Nabung di Bank. Jadi malu karena belum nabung di bank sejak resign pas tamat SMA.
  • Ngumpulin sertifikat. Gak penting sertifikat apaan. Yang penting dapet sertifikat.
  • Bawa tim basket UIN menang dari UNHAS. Semangat 45 nih. Biarpun susah. Namun harus usaha.
  • Ngunjungin sekolahku yang dulu. Lama banget gak ke Pesantren. Rindu suasananya, makananya, hukumannya, ustasnya, dan tentunya lapangan basketnya.
  • Punya big had set. Biar keliatan kayak pemain dj trus bisa dengerin musik tampa ganggu orang lain.
  • Beli kamera digital. Jelek-jelek gini, tetap aja butuh kamera. Mang kamera diciptakan hanya untuk orang gagah? Nggak kan.

Jumat, 16 Januari 2009

The 3rd Anniversary

Am I a good boyfriend? I don’t know exactly the answer. But one thing for sure, we have spent three years together.

Meski bukan lelaki tampan bin ajaib dengan duit segerobak plus mobil Ferrari merah yang masih mengkilat. Toh kenyataannya kita tetap bisa bersama. Semua karena satu hal. Cinta.

Waktu memang berlalu begitu cepat. Masih serasa kemarin aku nembak dia. Nembak sambil malu-malu kucing gara-gara gak tahu harus bilang apa. Belum lagi perasaan takut yang ga jelas. Takut diterima, tapi takut juga ditolak. Aneh. Harap maklum aja, baru pertama kalinya aku nembak yang namanya cewek.

Tapi siapa yang sangka, cowok hitam yang gak ganteng ini ternyata bisa mempertahankan hubungannya selama 3 tahun. And today is our 3rd anniversary. We are proud, we are happy, and we are going to celebrate.

Makasih say untuk semuanya. Tiga tahun akhirnya kita lalui bersama. Di depan sana, masih ada ratusan tahun lagi untuk dilalui. Amien

Rabu, 14 Januari 2009

Demokrasi Kampus. Karena Nyoblos itu Penting

Jangan pernah mikir kalau soal nyoblos hanya untuk milih Presiden, Gubernur, atau Bupati di suatu daerah. Demokrasi gak sesempit itu. Di kampus pun ada demokrasi. Demokrasi murah tapi bukan murahan. Demokrasi tampa perlu menghamburkan duit sampai milyaran. Sebuah demokrasi bagi mahasiswa. Penentu ketua HMJ dan BEM yang baru.

Dan hari ini demokrasi itupun dilaksanakan. Meski udah kakeknya mahasiswa karena udah semester tujuh, tapi panggilan untuk milih itu tetap ada. Setidaknya, satu suara gak kebuang percuma. Satu suara yang mungkin saja bisa jadi penentu. Satu suara dari seorang mahasiswa tua yang tetap berpeluh asa.

Tak ada kata tidak untuk demokrasi. Tak ada kata tidak untuk nyoblos. Karena nyoblos itu penting. Demi aku, dan juga junior-juniorku.

Hidup Mahasiswa

Selasa, 13 Januari 2009

Thanks Mr. Clarke

Meski udah masukin judulnya 2 bulan yang lalu, tapi tetap aja skripsi itu masih terbengkalai. Secara, aku dibuat bingung dengan calon skripsi aku sendiri. Rencana kepingin menghadap sama Ibu Jurusan pun selalu tertunda. Pasalnya, aku harus permantap persiapan dulu. Gak asal hantam sana, plus ngandalin semangat 45 tampa persiapan.

Usaha sebetulnya udah dilakukan. Download buku-buku yang related dengan makalah pun udah dilakukan. The last problemnya adalah, aku belum temukan test psikologi untuk menentukan seseorang humoris atau tidak. Dan ini tentunya bakalan jadi kendala. Gak heran kalo kemudian jadi rajin online. Browsing sana sini cuman buat nyari test. Hasilnya, Nihil. Kok gak ada sih.

Keadaannya berubah saat kenal Mr. Clarke. Lengkapnya, Prof. Alastair Clarke. Seorang professor asal Inggris yang aku lihat di internet. Berbekal 100% nekad, aku kirimin Mr. Clarke email mohon bantuannya. Suprisingly, dia ngejawab dan siap membantu. Bukan cuman itu, Prof juga ngirimin aku tulisannya husus buat aku terkait dengan guru humoris di dalam kelas.

Dari Mr. Clarke aku tahu kalo susah buat dapetin soal macam itu. Masalah humoris seseorang itu subjective dari pandangan dan pengalaman seseorang yang menilai. Karena bisa jadi kita nganggap dia itu humoris, tapi orang lain justru menganggap bahwa dia itu bukan humoris.

Yach, semua karena Mr. Clarke. Meskipun aku gak pernah bertemu. Namun aku yakin, banyak orang di luar sana yang berhati mulia dan siap membantu. Masih ada Mr. Clarke yang lain yang mau membantu orang meskipun tak dikenalnya. Satu kata, Thanks Mr. Clarke

Kamis, 08 Januari 2009

AIYLEP-Road to Australia

Banyak jalan menuju Roma. Begitu kata pepatah yang selalu aku dengar. Tapi bagi aku pepatah itu berubah menjadi, Banyak jalan menuju luar negeri. Bukan maksudku mentang kata pepatah, tapi bagi aku bukan Roma yang teepenting di sini. Tapi luar negeri. Untuk hal itu, aku telah berjanji dalam hati untuk bisa menggapinya. Apapun akan aku lakukan. Dan kembali kali ini, kembali aku dapat berita program pertukaran remaja muslim Australia-Indonesia. 

Programnya bernama Australia-Indonesia Young Leaders Exchange Program. Aku menyingkatnya menjadi AIYLEP. Meski aku sadar kalo aku bukan remaja muslim yang baik dan terkadang melakukan hal yang dilarang agama, tapi aku tetap aja berusaha mendaftar untuk program ini. Setidaknya kau berusaha. Aku gak peduli lagi hasilnya kemudian. Setidaknya, jika aku terbiasa untuk mendaftar program keluar negeri. Kedepannya hal ini menjadi hal yang biasa buat aku. Such as an easy thing lah.

Gak perlu terlalu banyak form yang aku persiapkan untuk program ini. Gak seperti waktu aku ngikutin IELSP dulu. Untuk surat rekomendasinya kuminta dari Bokap sendiri. Yang satunya lagi dari bapak PD III aku di Fakultas. Thanks untuk itu. Alasannya, aku malu minta surat rekomendasi dari Ibu Jurusan lagi. Yang gak berubah, kebiasaan ngirim aplikasi sebelum deadline tetap dilakukan. Dan TIKI tetap jadi tempat pengiriman yang terpercaya.

Keluar dari TIKI, perasaan lega. Gak ada kekhawatiran gak diterima lagi. Semuanya udah aku serahin ma yang kuasa.

Saatnya menyusuri Makassar yang panas lagi. Online lagi, Nyari program beasiswa lagi. Berpeluh dengan asa lagi. Membiarkan waktu membawaku kepada suratan takdir yang seharusnya terjadi. Lagi, lagi, lagi, dan lagi.


Kamis, 01 Januari 2009

Lost in New Year

Hampir empat tahun kuliah, tapi toh kenyataannya kita gak pernah merayakan tahun baru bersama. Gak heran kalo tahun baru ini kita paksain buat ngerayinnya bersama. Tujuannya gak jelas kemana. Namun intinya, kita harus bersama. Dan malam itu, dengan tujuh motor, kita bersama menembus malam buat menyambut tahun baru.

Gila, crowded banget. Meski sempat hujan tapi tetap aja animo masyarakat Makassar begitu selangit. Dan gara-gara terlalu crowded, kita sampai harus terpisah. Aku, Ramon, Hasbi, Bam dan Nada dalam satu kelompok. Nasir, Opik dan yang lainnya entah kemana. So, jadi deh hp menjadi satu-satunya alat komunikasi. Mana susah buat nelpon lagi.

Bukan cuman itu, biarpun udah janijan buat ketemuan di satu titik, tetap aja susah banget. Secara, bang police menutup jalan-jalan menuju tempat tersebut. Tapi toh kami tetap aja berusaha. Saking berusahanya, kita sampai tersesat di jalan Nusantara. Jalan yang selama ini jadi pusat jajanan seks di Makassar. Wah, wah betul-betul nih jalan. Yang cowok mudah aja nyerocos pipis dipinggir jalan Dan eits, ada cewe yang nyimpanin hpnya di tokek. Sadar dong mba, Hp kok di taruh di tokek. Kan udah ada tempat hp. Primitif banget sih.

Sampai pukul 11.40 malam kita masih belum ketemu juga. Meskipun kita udah habisin hamper tiga jam dijalanan doang. Akhirnya kita mutusin buat nikmatin acara tahun baru. Ketemuannya entar aja. Gak lama berselang, jutaan warga yang menyemut akhirnya dibuat takjub dengan pesta kembang api menyambut pergantian tahun baru. Meski gak semegah kembang api di Hongkong yang aku saksiin di TV, tetap aja kita takjub dibuatnya. Aku sendiri nyaksiin di lantai atas sebuah bangunan.

Lama berada di ketinggian. Akhirnya kita turun juga. Apalagi kita liat orang-orang udah pada balik. Gak disangka, kita akhirnya ketemu anak-anak yang lainnya. So, kitapun kembali bersama-sama. Dan sekali lagi, gara-gara crowded banget kita kembali berpisah dan hilang satu sama lainnya. Untunglah, factor perut membuat kita bisa berkumpul kembali.Yah, kita sms an buat ketemuan di satu titik lagi lalu berangkat bersama menuju warung sari laut di depan kampus. Makan

Malam itu kita balik sekitar jam 3 lewat. Bobonya di kostnya Nasir aja bersama-sama Boyz 05. Yang cewek tentunya di kosnya masing-masing. Malam itu pasti bakal dikenang. Perjalanannya, macetnya dan juga tersesatnya. Aku menyebutnya Lost in New Year.

Jadi teringat lagunya lamarhum Chryse. “Masa-masa paling indah. Masa-masa di kuliah”
konro soup project /

My Colorful Life

My Colorful Life