Selasa, 21 Juli 2009

Me and Mr.Policeman

Hampir satu tahun aku tak ada hubungan dengan polisi lalu lintas. Itu berarti, aku tergolong yang patuh dengan peraturan lalu lintas. Namun nasib berkata lain, Tuhan menentukan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat aku harus kembali berurusan dengan korps berbaju coklat tua agak kehitaman itu.

Gara-gara, melintasi lampu jalan yang berwarna kuning, dua orang polisi menghentikan aku. Meski sempat bingung dan protes karena pelajaran waktu SD dulu mengatakan merah berarti berhenti, hijau berarti jalan terus dan kuning berarti berhat-hati, pak police tidak mau tahu, intinya aku bersalah dan aku harus diproses.

Awalnya sempat merasa salut dengan polisi sewaktu mengatakan kalau aku harus ikut sidang dan membayar denda sebesar 61.000 rupiah di pengadilan nanti. Alasannya, agar supaya dia terbebas dari perkataan kalau uangku diambil polisi, tapi toh kenyataannya semua rasa salut itu berbalik dengan hitungan menit.

Aku yang memang sudah siap melepas STNK motor dan berhadapan dengan pengadilan harus dibuat kecewe. Pak police menanyakan nama, alamat dan pekerjaanku dan seakan menuliskannya di kertas yang saat kuperhatikan justru bukan di kertas tilang. Justru kulihat dia kebingungan saat aku santai aja. Dia lalu menyakan apa aku punya waktu jumat depan. Aku sontak kaget, ini kan senin mas. Lama banget kalau prosesnya nanti Jum’at.

Sang Police lalu menyakan kembali apa aku siap menghandapi sidang, aku jawab saja iya. Terus dia nanya ulang, apa aku tahu pengadilan, kujawab aja kagak tahu soalnya aku bukan criminal dan gak pernah punya kaitan sama tempat pengadilan. Tapi aku siap aja datang kepengadilan.

Tiba-tiba bapak bilang, daripada aku gak bisa selesaiin di pengadilan, mending aku selesaiin disini. Ditanya aja aku punya uang berapa. Ups, aku jadi super kaget, baru beberapa menit yang lalu bapak bilang lain. Dengan terpaksa aja kulihatkan isi dompet ku. 21.000 rupiah. Bapak itu ambil ung dua puluh, yang gambarny Pattimura ditinggal buatku. Aku meninggalkan pos dengan dongkol, Mending kehilangan 61.000 tapi ikhlas karena tau uangnya masuk khas negara daripada kehilangan 20.000 tapi sangat tidak ikhlas.

Aku berjanji untuk tidak lagi berjalan jika lampu jalan menunjukkan warna kuning. Aku juga berjanji untuk mengajarkan anak-anak SD pelajaran terbaru tentang arti lampu lalu lintas. Hijau berarti jalan terus, Merah dan Kuning berarti Stop dan Stop.

Sabtu, 18 Juli 2009

Kuriositas Tingkat Tinggi

Gara-gara ketahuan lagi gak ngapa-ngaapain, akhirnya dapet undngan buat jadi pengisi materi. Judulnya; Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional. Tempatnya sendiri lumayan jauh. Pesantren Syekh Muhammad Ja’far Kab. Bantaeng. Tepatnya, Nun jauh di sebuah kampoeng dekat lereng gunung dengan airnya yang lansung dari mata air pegunungan dan dinginnya yang dijamin lebih dingin dari air yang dimasukkan ke dalam freezer. I guarantee that, I am sure.

Meski tinggal dan sekolah di dekat gunung, jangan berfikir jika anak-anak yang bersekolah berfikir layaknya seorang yang tak tahu apa. Kepolosan dari pertanyaan mereka adalah kunci bahwa mereka bukan anak-anak bodoh seperti orang selalu pikir tentang anak-anak kampoeng. Mereka adalah anak-anak dengan kuriosistas tingkat tinggi. Begitu aku menyebutnya.

Lihat saja beberapa pertanyaan yang mereka tanyakan, dan apakah kita mampu menjawabnya. Aku saja sempat dibuat bingung untuk menjawabnya. Siapa yang pertama kali membawa bahasa Inggris ke Indonesia? Mengapa bukan bahasa China yang dijadikan Bahasa International, bukankah Bahasa China adalah bahasa yang paling banyak digunakan? Mengapa orang-orang bule itu berbahasa Inggris di negeri dimana kita memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa Indonesia? Terakhir, Apa pengaruh mempelajari bahasa Inggris bagi ummat Islam?
Sekali lagi, mereka adalah anak-anak dengan kuriositas tingkat tinggi.

Senin, 13 Juli 2009

De espera no es una cosa aburrida

Meski kata orang menunggu tuh adalah hal yang paling membosangkan, tapi toh nyatanya penantian skripsi tidak sama membosangkannya dibanding menunggu kata iya dari seorang yang kita taksir. Iya kan???/

Setidaknya ada beberapa kegiatan yang dilakuin sebagai pengisi waktu menunggu skripsi selesai dicoret-coret. Sempat ikut seminar dengan judul “Humanities and Social Sciences in the Study of Religion; Issues and Innovation in Islamic Higher Education in Indonesia” yang diadakan pihak kampus bekerjasama dengan pihak McGill University, Kanada. Hasilnya, dapet pengetahuan kalau salah besar jika kita menganggap bahwa Islam tak lagi memberi pengaruh yang besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

Lalu kemudian ikutan lagi ke kampus dua buat dijadiin bahan penelitian. Kali ini yang ngadain negara dekat Kanada. Guess it what??? Yup. USA. Lucunya, kita cuman diberikan angket sepuluh nomer lalu dijawab. Gampang bahnget. Nah, biar gak rugi, karena tempatnya di kantor rektor, tak puas-puasin aja photo-photo. Wajarlah, dijamin banyak mahasiswa yang sampai selesainya gak pernah masuk di ruangannnya pak Rektor.

Terbukti deh kalau menunggu itu tidak selalu membosangkan. De espera no es una cosa aburrida

Minggu, 05 Juli 2009

One Step Closer

Lega rasanya menyelesaikan thesis itu. Apalagi jika mengingat usaha dan banyaknya pengorbanan yang dilakukan untuk menyelesaikannya. Terutama pengorbanan untuk tidak menulis demi konsen ke skripsi.

Dan kini tiba saatnya mengajukan, menanti beberapa coretan dan beberapa perubahan dari pembimbing. After that, ujian akhir ku dilaksanakan. Rasanya, semakin dekat saja untuk menjadi sarjana. Sebuah nama dengan gelar dibelakangnya.

One step closer to get my academic title.
konro soup project /

My Colorful Life

My Colorful Life