Kamis, 31 Desember 2009

Better to Stay Home Tonight

Tahun lalu mungkin saja menjadi tahun baru paling meriah dalam hidupku. Saat itu, bersama dengan teman-teman, kunikmati indahnya tahun baru di kota Makasar.

Tahun ini keadannya berbeda. Banyak teman yang telah kembali ke kampoeng halamannya. Tak ada lagi teman menghabiskan pergantian tahun baru. Sehingga kuputuskan untuk menghabiskan malam tahun baru di rumah. Alasan lainnya, aku kapok dengan kemacetan yang terjadi di malam tahun baru. 

It’s better to stay home. Menulis cerita dan menanti pergantian tahun dari balkon rumah seraya menyaksikan gemerlap langit yang dihiasi kembang.api tahun baru. Entah kapan lagi aku bias menghabiskan tahaun baru di jalanan. Bersama teman-teman. 

Malam ini, dua cerpen baru menemaniku mengawali tahun baru 2010

Jumat, 25 Desember 2009

Aku Menyesal Tak Menjadi Demonstran

Waktu ternyata berjalan begitu cepat kawan. 4 tahun ternyata begitu singkat. Baru kemarin rasanya kepala ini dibotak oleh seseorang yang menamakan dirinya senior dan mengatasnamakan perbuatan yang dilakukannya sebagai sebuah bentuk pengenalan kampus. Namun kini, mantan mahasiswa botak itu dengan gagahnya telah menggunakan toga penanda dia telah sarjana.

Akademik, Cinta, Organisasi dan Tulisan kawan. Hal itu yang selalu menghiasi 4 tahun itu. Nilai akademikku bisa dikata sangat lumayan meski ku tahu kalau nilai bukanlah lagi ukuran pintar tidaknya seseorang. Untuk urusan cinta kutemukan dari teman-teman dan seorang yang bisa kusebut sebagai teman spesial. Organisasi tentunya bukanlah barang baru untukku. Semua jenjangnya telah kulalui, baik sebagai anggota ataupun ketua. Dan tulisan??? Meski baru dalam bentuk cerpen fiksi, namun kutetap bangga memiliki beberapa tulisan yang diterbitkan di media ataupun ikutan nangkring dalam kompilasi sebuah buku. Lengkaplah…

Tapi kawan, ada satu hal yang membuatku sangat menyesal. Tak sempat kumenjadi demonstran. Ikut melakukan aksi solidaritas menentang pemerintah. Dan menyuarakan suara rakyat yang tertindas. Hal yang begitu aku idam-idamkan ketika masih SMA dahulu. Apalagi, mahasiswa memang identik dengan demonstrasi

Tahukah kawan. Aku bahkan pernah didaulat untuk menunjukkan kemampuanku sebagai orator jalanan. Dan dengan kepercayaan diri yang tinggi kumelakukan itu dihadapan puluhan teman seangkatanku di sebuah organisasi. Dan hasilnya, aku dianggap bisa turun ke jalan. Betapa senangnya saat itu.

Sayang kawan. Saat keinginan itu begitu menggebu, dia tiba-tiba saja layu luar biasa. Sebut saja dia mengalami impotensi total. 
Ceritanya begini kawan. Seorang teman dengan senangnya memintaku untuk mengikuti sebuah demonstrasi di suatu tempat. Jelas saja kuiyakan ajakan itu. Lalu kemudian sang teman menambahkan kalau dengan mengikuti aksi itu, aku akan mendapatkan uang senilai Rp.50000. Hahhhhhhh, sebuah tamparan bagiku. Kenapa harus ada uang??? Bukankah aksi ini demi rakyat??? Apakah rakyat membayar kami??? Belakangan kutahu kalau tidak semua aksi itu murni.

Sejak saat itu kawan, keinginan itu terpendam dalam. Bahkan semakin dalam. Keinginan menjadi demonstran tak lagi menggebu. Apalagi saat seorang teman yang lain menceritakan tentang nominal yang lebih besar dan free pass ke sebuah diskotik. Susah menemukan kemurnian yang betul-betul datang dari lubuk hati. Keinginan untuk menjadi demonstran itupun mati total. Tak tersisa.

Tetapi kawan. Tak terbantahkan rasa kagumnya jika kulihat teman-teman yang lain melakukan aksi menentang pemerintah. Mengangkat tangan kanannya dengan tangan kiri memegang microphone. Memasang badannya saat kepolisian meminta mereka berhenti untuk melakukan aksi. Mereka berani. Bahkan sangat berani meski tubuh mereka tidaklah besar. Kuharap aksi mereka murni, sehingga kekagumanku tak memudar pada mereka.

Sedih rasanya kawan. Meninggalkan bangku kuliah tanpa sekalipun melakukan hal yang dahulu begitu sangat kuidam-idamkan. Aku menyesal tak bisa menjadi seorang demonstran. Tak bisa turun ke jalan. Menentang mereka yang tak memperdulikan rakyatnya. Bagaimanapun alasan dan penyebabnya, tetap saja aku menyesal.

Untuk kamu kawan. Aktivis mahasiswa, orator jalanan, demonstran atau apapun namanya. Tetap berani menyuarakan kebenaran kawan.

Kamis, 24 Desember 2009

Eat, Party and Picture

Tahukah kamu kawan, apa yang dilakukan oleh mahasiswa yang baru saja selesai diwisuda??? Bagi kami ada 3 hal. Eat, Party and Picture. Aku ulangi. Makan, Acara dan Berfoto ria bersama.

Party tentu saja adalah pesta. Acara. Namun jangan bayangkan sebuah pesta besar ataupun kunjungan ke klub malam. Bagi kami, party tak lebih dari sekedar ungkapan rasa senang. Jalan bersama terus nonton bareng. Bisa juga makan bareng. Asal bukan tidur bareng.

Eat adalah hal wajib. Saat wisuda berlangsung, mahasiswa junior menggantung panci-panci mereka lalu mengeunjungi kos para senior yang telah diwisuda. Apalagi kalau bukan acara makan. Nasi plus soto banjar atau semacamnya.

And the last is picture. Dimanapun itu, kapanpun itu, mengambil gambar hampir pasti dilakukan. Tak perduli rumah teman, jalan, kampus, mall, hingga bioskop. Intinya, tak ada momen yang terlewatkan tanpa kamera. Wajar, setelah hari ini, entah kapan lagi kami akan bersua.

Rabu, 23 Desember 2009

It’s Our party Buddies

Akhirnya, penantian 4 tahun itu terkabul sudah. 4 tahun duduk di bangku kuliahpun akhirnya terbayar dengan penambahan gelar di belakang nama sebagai penanda kalau aku telah menjadi seorang sarjana. Tak lupa, acara wisuda yang dilaksanakan di gedung Manunggal, Makasssar.

Hampir seribuan mahasiswa saat itu di DO secara terhormat. Sebahagian tertunduk lesu memikirkan masa depannya setelah ini atau mungkin perpisahannya dengan teman-temannya. Sebahagian tertawa gembira. Karena lepas dari beban kuliah yang menyesakkan dada. Dan sebahagian lagi bernarsis ria, berfoto bersama teman-temannya. Aku masuk pada golongan ke tiga.

Dan begitulah memang adanya. Berfoto ria adalah hal wajib bagi kami semua. Sejenak kami melupakan hal-hal lainnya. Melupakan kesedihan kami karena tak lama lagi kami berpisah. Melupakan ketakutan kami tentang apa yang kan terjadi setelah kelulusan ini.

Yang kami tahu. Hari ini kami haruslah bergembira. Yach, bergembira. Karena hari ini memang hari kami. It’s our party day.

Jumat, 11 Desember 2009

CCSIP-Cerita di Bilik Interview

Interview adalah proses menegangkan plus menakutkan apalagi jika mengingat pengalaman interview yang sempat aku ikuti. People said: lebih baik gak lulus, ketimbang ikut interview tapi akhirnya gagal. That’s the thing that makes me scare. Aku takut gagal lagi.

Akhirnya, bermodal pengalaman nanya sana-sini gimana cara menjawab pertanyaan dengan baik, plus doa, kuyakinkan diri melangkah ke ruang interview. Mbak yang saat itu menemaniku bilang. “Santai aja”. Perasaan gogi itu mungkin terlalu kentara.

Di dalam ruangan telah menanti 4 orang penguji. Mc Coy ditambah satu bule lain dan dua orang Indonesia. Dan jurus pertama segera kulancarkan. Senyum, senyum, senyum. Kucoba serileks mungkin meski sangat kentara jika aku gugup.

Beberapa pertanyaan kujawab sebisaku. Kenapa memilih jurnalis. Fokus dalam bidang apa, Hal tersulit dalam hidup, Pengalaman pertamaku naik pesawat, hingga Apa ada kaitan aku dengan Muh. Galib mantan jaksa Agung. Ups, semua teratasi. Sampai kemudian si Mister yang aku lupa namanya itu bertanya kepadaku. Could you speak Spanish?

Aku terkejut. Kaget setengah mati. Di aplikasi memang aku nulis kalau aku bisa bahasa Spanyol. Tapi itu cumin dasarnya doang. Untuk ngomong aku belum berani. Kujawab aja nggak. Aduh, dalam hati aku takut dicap pembohong.

Namun sebelum meninggalkan ruangan, tak lupa kuucapkan salam perpisahan kepada tim penguji. Asta la Vista ujarku. Para penguji tersenyum. Mc Coy berucap Ciao. Kubalas dengan ucapan Adios. Dan merekapun tersenyum. Kuharap senyum itu pertanda baik. Semoga

Kamis, 10 Desember 2009

CCSIP- It's Hard but It's Possible

Siapa sangka, jumlah peserta yang lulus interview dari Sabang sampai Merauke ada 86 orang. Dari 86 itu, yang katanya lolos ada 30 orang. It means that, 50 orang diantaranya akan gagal.

It’s gonna be hard. Banyak yang bilang, Mending gak lolos wawancara daripada lolos interview tapi gagal juga. Perih katanya. That’s truly right, tahun lalu hal tersebut sempat aku rasakan. Kuharap kali ini tidak lagi.

Bagaimanapun juga, semuanya pasti ada jalannya. Setelah proses interview dan tesnya selesai, sekarang waktunya berdoa. Berharap Tuhan menurunkan reski dan jalannya buat kita. Kalau rejeki gak akan kemana-mana.

Orang-orang yang sukses biasanya bilang. It’s hard but it’s possible. Akupun mengatakan hal yang sama.

Rabu, 09 Desember 2009

Memalukan

Korupsi bukan barang baru di negeriku. Ini sudah menjadi penyakit yang menyerang para pejabat hingga orang-orang berkuasa di tanah ini. Bahkan, kalau saja tukang becak bisa korupsi, maka kuyakin dia pun akan melakukan korupsi.

Hari anti korupsi tahun ini bertepatan dengan jadwal interview di Jakarta. Ibu kota hari ini diprediksi bakal macet total. Sekitar ratusan ribu orang digadang akan turun ke jalan menentang korupsi. Seandainya aku di Makassar, akupun akan melakukan hal yang sama. Karena akupun benci korupsi.

Meski dihadiri ratusan ribu orang, demonstrasi di ibu kota justru berjalan lancar dan damai. Hal memalukan justru terjadi di kampoeng halamanku, Makassar. Mahasiswa yang berunjuk rasa menjadi beringas. Menghancurkan kaca sebuah toko KFC dan juga beberapa kaca mobil mewah.

Untuk sejenak aku malu jadi anak Makassar. Apa kaitan KFC dan Century? Nalarku tak mampu mencerna. Masih pantaskah mereka disebut Mahasiwa? Mengapa mereka begitu anarkis?

Aku tertunduk malu dihadapan teman-teman dari provinsi lain. Saat seorang nyeletuk, “Gitu yach Makassar mas?” Aku tersenyum kecut. Untuk sejenak aku malu berasal dari Makassar.

Selasa, 08 Desember 2009

Many Things to be Talked

Jakarta, ibu kota negeri ini memang luar biasa. Luar biasa crowdednya, luar biasa macetnya, luar biasa kejamnya, dan luar biasa akan banyaknya hal-hal yang bisa diceritakan. First day in Jakarta memberikan hal baru yang mungkin saja tak kan kutemukan di tempat lain. Pengalaman, pengetahuan dan hal-hal lain dalam hidup.

Dari seorang sopir bajai yang untuk menjalangkan bajainya diperlukan bantuan orang untuk mendorongnya terlebih dahulu, kutemukan bahwa kejamnya korupsi betul-betul dipahami oleh masyarakat bangsa ini hingga lapisan bawah. Sang sopir yang juga orang betawi keturunan bugis bone ini bahkan paham betul tentang betapa susahnya memberantas korupsi. Meskipun sang koruptor jelas-jelas tertangkap kamera, si kamerapun akhirnya dapat dibeli dengan uang.

Di tempat terpisah, aku bertemu Richard. Seorang backpacker asal London yang sedang menikmati indahnya mega merah di halamn Monash. Dari Richard kuketahui bahwa Korupsi tidak hanya terjadi di negeri ku ini. Hal yang sama pun turut terjadi di Eropa sana.

Hampir lupa, besok 9 Desember. Hari anti korupsi se dunia. Semoga tak lagi ada korupsi di negeriku ini. Mungkinkah?????

My First Time Flying

Akhirnya, mimpi bisa naik pesawat terbang itupun akhirnya terwujud juga. Siapa sangka, mimpi seorang anak kampoeng belasan tahun lalu akhirnya menjadi kenyataan. I am flying now and it’s free of charge. 

Sempat senyum-senyum sendiri macam orang gila saat masuk ruang tunggu bandara. Oh…gini yach namanya ruang tunggu bandara. Oh… gini yach rasanya di dalam bandara. Terserah orang mau bilang apa, tetap aja aku nyengar-nyengir. Biarin. I told you guys, this is my first time and let me enjoy it.

Dan senyum itu makin mengembang saat kakiku kuinjakkan di lantai pesawat yang saat itu kebetulan Lyon Air. Berhubung baru, sempat nanya ke pramugarinya dimana tempat duduknya. Sayang, bukan dekat jendela. Padahal, kepingin banget liat Indonesia dari atas.

Meski ga duduk di pinggir, tetap aja maksa-maksain ngintip ke jendela. Melihat birunya laut, indahnya pemandangan, hingga putihnya awan. Senang banget rasanya, Indah…Maha Besar Allah yang menciptakannya.

Ups, hamper lupa. Tulisan ini dibuat saat berada diatas pesawat. Entah ketinggian berapa kaki. Satu yang pasti, saat kuintip, kami lagi berada diatas awan.

Selasa, 01 Desember 2009

CCSIP- Another Open Door

Hampir saja mimpi-mimpi itu terkikis. Laksana sebuah pohon besar yang kehilangan akar-akar penyangganya. Untunglah, Tuhan tak pernah berhenti memperhatikan hamba-Nya. It’s always happen. The right thing in the right moment.

Saat mimpi itu mulai memudar, Tuhan menunjukkan pintu lain yang terbuka. Pengumuman CCSIP akhirnya sampai juga. Luckily, aku lolos dan diminta untk menghadiri interview di Jakrta. And all those things are free of charge.

Aku tersadar, entah bagaimanapun, mimpi-mimpi itu harus tetap kujaga. Ini laksana pintu. Saat sebuah pintu tertutup, masih ada pintu-pintu yang lainnya yang masih terbuka. Dan untuk menemukan pintu itu butuh kesungguhan. Teringat ajaran ustadsku dulu. Man Jadda Wa Jada, Barang siapa yang bersungguh sunguh, Maka dia akan berhasil.
konro soup project /

My Colorful Life

My Colorful Life