Gak ada kejelasan tentang cerpen aku di FAJAR. Bayangan uang 100.000 perlahan memudar. Entah lari kemana. Dan libur pun dijalani seperti biasa. Tulis, Nonton, Ngenet, Tulis, Nonton, Ngenet, Tulis, Nonton eh Ngenet lagi. Lagi, lagi dan lagi sampi ahirnya aku jadi mahartawan.
Oya, pasti kamu udah tahu kalo wartawan itu apaan. Ya iyalah. Masa ya iya dong. Ressa aja herlambang. Bukan Herlandong. Nah kalo wartawan itu kerjaannya kan cari berita kanan kiri atas bawah. Terus kalao mahartwan tuh apaan. Apa dedengkotnya wartawan?? Sama halnya dengan Mahasiswa yang merupakan dedengkotnya siswa. Nggak ada hubungannya seeehhh.
Semuanya bermula pada suatu hari. Lupa tepatnya tanggal berapa. Teman ku Hasbi sms nawarin jadi wartawan di salah satu media di kota Makassar. Ragu, itu pasti. Apalagi yang bilangnya Hasbi. Mana ada tuh orang yang mau nerima kita yang gak punya dasar apa-apa. Tapi karna gak enak ma Hasbi. Terpaksa ngikut aja.
And the news is right man. Ada majalah baru yang bakalan mau nerbit. Majalah bulanan yang konsennya ke teenager gitu. Karena baru, maka dia cari orang yang siap kerjasama. Buat jadi wartawannya dia.Dan dengan setengah hati aku ikut aja. Mungkin aja aku nanti jadi sukses jadi wartawan. Maybe, maybe yes maybe no!!!
And you know what??? Hal pertama yang harus aku liput justru agak criminal gitu. Kasus pembunuhan. Bukan pembunuhan kambing tetangga ataupun pembunuhan ayam bapak guru. Gak maen-maen, kasus pembunuhan seorang mahasiswa. Kok bisa dimuat di majalah yang ngejurus ke remaja sih. Soalnya nih, korban saat itu meninggal karena dibunuh sama pacar mantannya.
Kalo cuman liputan sih gak papa. Tapi ada embel-embelnya. Kekampusnya, ketemu teman-teman akrab ma dosennya, ke kosnya ketemu sahabat-sahabatnya, dan juga ke kantor polisi ketemu ma pihak yang berwijab.
Dan dengan berbekal motor plus id card pers aku mulai debutku sebagai mahartawan. Mahasiswa sekaligus wartawan
0 komentar:
Posting Komentar