Selasa, 29 Juli 2008

Mahartawan

Gak ada kejelasan tentang cerpen aku di FAJAR. Bayangan uang 100.000 perlahan memudar. Entah lari kemana. Dan libur pun dijalani seperti biasa. Tulis, Nonton, Ngenet, Tulis, Nonton, Ngenet, Tulis, Nonton eh Ngenet lagi. Lagi, lagi dan lagi sampi ahirnya aku jadi mahartawan.

Oya, pasti kamu udah tahu kalo wartawan itu apaan. Ya iyalah. Masa ya iya dong. Ressa aja herlambang. Bukan Herlandong. Nah kalo wartawan itu kerjaannya kan cari berita kanan kiri atas bawah. Terus kalao mahartwan tuh apaan. Apa dedengkotnya wartawan?? Sama halnya dengan Mahasiswa yang merupakan dedengkotnya siswa. Nggak ada hubungannya seeehhh.

Semuanya bermula pada suatu hari. Lupa tepatnya tanggal berapa. Teman ku Hasbi sms nawarin jadi wartawan di salah satu media di kota Makassar. Ragu, itu pasti. Apalagi yang bilangnya Hasbi. Mana ada tuh orang yang mau nerima kita yang gak punya dasar apa-apa. Tapi karna gak enak ma Hasbi. Terpaksa ngikut aja.

And the news is right man. Ada majalah baru yang bakalan mau nerbit. Majalah bulanan yang konsennya ke teenager gitu. Karena baru, maka dia cari orang yang siap kerjasama. Buat jadi wartawannya dia.Dan dengan setengah hati aku ikut aja. Mungkin aja aku nanti jadi sukses jadi wartawan. Maybe, maybe yes maybe no!!!

And you know what??? Hal pertama yang harus aku liput justru agak criminal gitu. Kasus pembunuhan. Bukan pembunuhan kambing tetangga ataupun pembunuhan ayam bapak guru. Gak maen-maen, kasus pembunuhan seorang mahasiswa. Kok bisa dimuat di majalah yang ngejurus ke remaja sih. Soalnya nih, korban saat itu meninggal karena dibunuh sama pacar mantannya.

Kalo cuman liputan sih gak papa. Tapi ada embel-embelnya. Kekampusnya, ketemu teman-teman akrab ma dosennya, ke kosnya ketemu sahabat-sahabatnya, dan juga ke kantor polisi ketemu ma pihak yang berwijab.

Dan dengan berbekal motor plus id card pers aku mulai debutku sebagai mahartawan. Mahasiswa sekaligus wartawan



Sabtu, 19 Juli 2008

The Naked Traveler sampai Harian FAJAR

Dua hari yang lalu adik ku kembali dari Jakarta setelah mengikuti lomba Hifdzil Al-Qur’an 15 Juz. Meski tidak juara, dia sering bilang kalo dia dapat pengalaman baru. Setidaknya untuk pertama kalinya dia bisa naik pesawat terbang. Gratis lagi. Bandingkan dengan saya yang hingga di umur 20 puluh tahun bahkan tak pernah sekalipun naik pesawat terbang. Tapi ga papa, rejeki orang siapa yang tahu. Bisa jadi, justru saya yang nantinya bakalan pogek (baca: bosan) naek pesawat. Sekali lagi, “Rejeki orang mana ada yang tau”. Ujarku membesarkan hati.

Terlepas dari aku kalah cepat naik pesawat ketimbang ade’, berita bagusnya, ade’ membawakan aku oleh-oleh buku yang sebelumnya memang sudah aku pesan sama dia. Judulnya “The Naked Traveler”. Anehnya, meski namanya oleh-oleh, toh aku tetap harus membayar biaya bukunya sebesar Rp.38.000. Yang membuat aku seneng, soalnya buku ini belum ada di Makassar. Aku udah sempat muter-muter keliling mall dan toko buku tapi ga dapat-dapat. Ditambah lagi aku memang sangat penasaran ma buku ini, soalnya banyak banget blog yang merefrensikannya untuk segera di baca.

Akhirnya, setelah memiliki waktu, aku mulai membaca buku tersebut dengan satu tekad tentunya. Baca sampai habis. Ga tanggun-tanggung. Malam itu juga satu buku aku habiskan. Resikonya, aku sampai ga tidur sampai subuh hari karena bukunya selesai di baca jam 4:30 subuh hari. Gara-gara keasyikan membaca, aku sampai shalat Isya nya jam 3:30. MasyaAllah. Biar ga ngantuk, secangkir Good Day freeze yang seharusnya dihidangkan dingin, aku hidangkan panas sebagi pengganti kopi. Untuk music penggiringnya, TV tetap aku nyalain meskipun aku ga nonton, plus suara ngorok adek yang lagi pada tidur di depan tv. Sungguh mengganggu.

Sumpah, bukunya bagus banget. Banyak hal menariknya. Serasa kepingin jadi Backpacker yang bisa jalan-jalan ke Eropa. Biar kere asal ke luar negeri. Cas cis cus bahasa Inggris sekaligus bertemu teman dari negara lain. This is my dream during I was in Elementary School. Tapi sekali lagi masalah klasiknya muncul. Uangnya dari mana. Yang lucunya, ada 2 kata yang sering ditulis dalam buku tersebut. Visa dan Passport. Sangat familiar memang. Tapi sumpah, aku ga tahu fungsi dan cara membedakan nya. Katro.

Ada yang menarik dari buku ini. Meskipun cantik dan gantengnya seseorang itu relative, tetap aja ini bisa jadi bahan pertimbagan. Buat para cewe yang kepingin cari cowo, datang aja ke Italia. Soalnya, cowo disana katanya ganteng-ganteng. Ga peduli kuli bangunan atau pegawai kantoran. Tapi disaranin gak usah ke Brunei, bakalan nyesal deh. Trus buat cowonya datang ke Prancis aja, karena giliran cewenya yang rata-rata cakep. Untuk urusan keseimbangan antara yang cantik ma yang cakep, Puerto Rico temptnya. Tahukan, Puerto Rico??? Itu tuh negara yang salah satu tempat pariiwsatanya adalah pohon pisang. Dunia memang aneh.

Walhasil, aku baru tidur pukul 5:30, setelah terlebih dahulu shalat shubuh dulu tentunya. Untungnya, bangunnya gak kesiangan. Pukul 07.00. Hebat. Satu yang lansung aku cari, bukan sarapan pastinya. Koran Fajar. Dan sayangnya kami ga berlangganan koran itu. Dengan kepala berat aku keluarkan yellow submarine ku dari rumah. Awalnya kepingin jalan kaki aja buat nyari koran. Tapi ga jadi. Ada motor kok kepingin jalan kaki. Macam mana pula lah kau.

Di kios aku langsung ambil koran fajar. Bukan Karena hari ini ada berita hangat.Aku cuman mau lihat apa cerpen ku dimuat hari ini. Biasa, kalo cerpen terbit pasti ada komisinya. Aku menyebut nya jurus jitu buat dapetin duit. Jadi penulis tuh memang eunak. JK. Rowling, Habiburahman el-Shirazy hingga Andrea Hirata sudah merasakannya.

Ga perlu nunggu lama. Habis bayar biayanya, lansung aku buka di tempat. Cari kolom cerpennya. Dan nemuin cerpen dengan gambaran orang obesitas (baca;gemuk) sebagai ilustrasinya. Ini bukan ceritaku, nama pengarang nya juga bukan namaku. Dongkol, tapi ga mungkin marah. Ini juga gak enaknya jadi penulis, ga selamanya tulisannya diterima penerbit. Sekali lagi, Rowling juga pernah merasakannyanya. Entah dengan Kang Abid ma Bang Andrea Hirata.

Dengan wajah cemberut plus masam bin jengkel aku balik ke rumah. Korannya tetap dibawa. Rencana awal beli 3 koran kalo cerpen dimuat dibatalin. Harus nunggu satu minggu lagi. Sabtu depan pengin beli fajar lagi. Satu Koran tampa cerpen. 3 koran kalo ada cerpen. Harapan terbesarnya, Semoga minggu depan, ada cerpen ku di koran FAJAR.

Kamis, 17 Juli 2008

Kaya Mendadak

Seperti sore-sore sebelumnya, kalo jam udah nunjukin setengah lima, sudah saatnya aku siap-siap pergi maen basket. Sesaat sebelum berangkat, Ibu manggil sambil senyum-senyum. Ternyata, uang dari Bumiputra udah keluar. Jumlahnya sekitar 2.000.000 lebih. Jata buatku sendiri sebesar 1,9 juta. Tapi itupun udah syukur banget. Sayangnya, belum keluar dari kamar, ibu udah wanti-wanti agar uangnya dipakai buat kursus mobil. Lucu, soalnya kita sendiri ga punya mobil.

Tapi ibu udah ngebet agar aku bisa pintar belajar mobil. Siapa tau aja nanti ada mobil. Sebagai anak saleh aku nganggukin. Saat itu juga lansung nelepon tempat kursus mengemudi ternama di Makassar. Namanya juga ternama, pasti biayanya bikin kuping sakit ma jantung berdegup. Dimana-mana juga demikian. Mau sekolah, rumah sakit, biaya pesawat sampai rumah makan, kalo mau yang bagus ya harus bayar mahal. Budaya bangsaku.

Ga maen-maen. Biayanya sekitar Rp. 540.000. Dengan jumlah pertemuan sekitar 15 hari. Bandingkan dengan biaya kul ku per semester yang hanya Rp. 400.000 dengan jumlah pertemuan sekitar 5-6 bulan atau sekitar 150 hari setelah di diskon karena ada hari libur. Jadi kepikiran, ada bagusnya jadi guru mengemudi aja. Gajinya jauh lebih besar dari pegawai. Wajarlah, modalnya juga lumayan besar. Harus punya mobil plus siap rugi kalo kendarananya ditabrakin ma murid. Orang bijak bilang: Mau mancing Ikan besar, Umpannya juga harus yang besar.

Berita bagus soal uang ga berhenti sampai di situ. Habis maen, dua orang temen sms, plus doi yang nelepon. Katanya beasiswanya udah keluar. Lansung cek di ATM. Sayangnya, yang bikin kuping kepanasan pas denger jumlahnya. Cuman Rp.543.000 dari yang seharusnya Rp. 1,2 juta. Harus ada penjelasan nih. Kalo enggak, pasti bakalan ada demo lagi.

Habis magrib. Lansung tancap gas motor cari ATM BNI terdekat. Pas di cek, Ternyata benar. Uangnya cuman Rp.540.000. Ga apalah. Itupun sudah syukur. Satu yang aku rasakan, ternyata narik uang dari kartu ATM pribadi itu rasanya agak lain. Ada aura kesombongan nya pas diliatin ma orang luar pas keluar dari ATM bawa duit lumayan banyak. Entah ma orang lain. Namun yang pasti aku rasakan begitu. Mungkin karena baru pertama kali. Norak, tapi biarin.

Terlepas dari situ, satu yang pasti saat ini. Aku jadi kaya mendadak. Entah bagi orang lain. Tapi bagi mahasiswa seperti aku, uang Rp. 1,9 juta dari Bumiputera plus Rp. 540.000 dari Beasiswa DEPAG. Membuatku aku serasa menjadi jutawan. Nyamanna.

NB: Akhirnya bisa merasakan narik uang dari kartu ATM sendiri di umur yang ke-20.

Rabu, 16 Juli 2008

And The Story's Began

Apa yang kemudian ada dalam pikiran mu jika sendainya kamu adalah mahasiswa semester 6 yang sebentar lagi akan menamatkan kuliahmu??? Apakah tentang skripsi, pekerjaan, lanjutin kuliah lagi biar gak dicap pengangguran, pengen cari beasiswa supaya dapat gratisan, atau bahkan kepingin melangsungkan pernikahan bersama dengan kekasihmu???? Satu yang pasti, sebuah kebimbangan akan ketidak jelasan.

Itu yang aku alami, kamu alami, mereka alami dan ribuan mahasiswa lainnya alami. Terombang ambing dalam ketidakjelasan dan kebimbangan akan kelanjutan hidup. Pasti ge enak banget kan. Sangat ga enak. Apalagi setelah melewati masa 3 tahun yang begitu menyenangkan. Makan gratis, uang saku gratis, bensin motor gratis, tempat tinggal gratis dan hampir semuanya gratis. Yah, setidaknya gratis dari orang tua.

Namun kemudian kamu tersadar, sudah bukan lagi saatnya kita harus terus terbuai mimpi. Ini dunia nyata yang segalanya tidak akan gratis lagi. Liat aja kenyataan nya. Bahkan untut jatah pantat pun harus bayar kan. Buang air besar 1000 buang air kecil 500. Begitu yang selalu ada di depan toilet. Entah tahun berapa nantinya, kentut pun harus bayar. Edan

Berangkat dari situ, aku jadi merinding membayangkan ada apa setelah aku akul nanti. Apa aku akan bergabung dengan ribuan mahasiswa lainnya yang yang tiap tahunnya menanti kapan lagi ada pengangkatan pegawai negeri??? Atau mungkin aku bakalan belajar lebih keras lagi di luar negeri, dengan biaya gratis??? Atau aku pilih untuk menikahi Thia, kekasih yang selama hampir dua tahun ini menjadi bagian dari hidupku??? Tapi uangnya dari mana.

Aku sangat sadar, kalo bukan saja aku yang mengalaminya. After Graduated Sydrome, begitu aku menyebutnya. Menjadi sarjana itu tidak mudah. Apalagi kalo ga punya kerja. Sarjana haruslah punya kerja, Itu kata orang kampoeng. Kalo ga punya, buat apa jadi sarjana. Tau begini, mending sawah peninggalan nenekmu ga perlu dijual untuk menjadikan mu sarjana tampa kerja.Itu untuk mereka yang dikampung dan yang jual sawah. Untungnya, orang tua ku ga menjual sawah agar aku bisa kuliah. Mau jual sawah dimana??? Sawah memang kita ga punya.

Akan ada seribu satu masalah yang akan muncul pastinya. Dan akan seribu satu cara pula untuk menghadapinya. Begitu yang selalu aku pikirkan. Entah menjadi apa aku nantinya, asalkan aku dapat hidup bahagia dengan masalah yang harapku semuanya dapat teratasi, ditambah aku dapat hidup dengan layak setelah kuliah. Bahasa kerenya, Badai Pasti Berlalu.

Satu tahun kayaknya ga bakalan terasa lama. Tapi yang pasti, aku ingin satu tahun dari sekarang aku bisa lulus kuliah. Harapan terbesar ku, melanjutkan yang gratisan di luar negeri. Maksudnya, aku kepingin kuliah lagi. Amerika dan Eropa akan menjadi tempat yang dimana gratisan itu berlanjut. Meskipun sampai saat aku mengetik tulisan ini, aku masih ga tau jurusan apa yang akan aku ambil.

And this story’s began…….!!!!!

konro soup project /

My Colorful Life

My Colorful Life